Dua Pasang Hati

Rabu, 22 April 2015 - 10:47 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Ding! Kedua wajah mereka beradu sangat dekat, Lara sengaja membuang wajahnya, ketika bahu cowok itu berhenti dengan radius cukup dekat dengan wajah Lara.

“Sana turun. Kan udah bisa jalan sendiri,” sindirnya tanpa tersenyum. Lara mendengus marah, “Kalo emang lo nggak niat anter gue, nggak perlu sampe ke sini repot-repot.” “Udahlah, lo emang nggak tahu terima kasih. Udah gue dimuntahin, gue anterin pula. Masih aja ngomel. Pantes aja sampe sekarang nggak punya pacar,” cowok itu berucap sinis. Mata Lara mendelik tajam ke arahnya.

“Apa bedanya dengan lo? Dokter kandungan sukses tapi masih aja belum kawin. Malu sama umur. Makanya, jangan main cewek terus.” Cowok itu terhenyak. Pikirannya terbang mengingat masa lalunya dengan Lara dan Feli, mantan kekasihnya yang sekaligus teman dekat Lara.

Kala itu harus ia akui, Feli memang jauh lebih menarik secara fisik maupun prestasi. Rambutnya memang pendek sebahu, namun kulitnya putih bersih karena darah Tionghoa yang mengalir di tubuhnya. Badannya cukup tinggi, dan kepribadiannya manis. Dia tidak seperti Lara yang hanya bisa berhurahura, namun prestasinya buruk.

Gadis berwajah Oriental itu sangat pandai dalam memasak juga menjahit, tutur katanya halus dan lembut, pokoknya masuk dalam tipe ideal Keenan, deh. Sayangnya hubungan yang terbina kurang lebih empat setengah tahun itu harus kandas di tengah jalan, karena Feli tidak sanggup menjalani hubungan jarak jauh dengannya.

Padahal, Keenan begitu mencintai wanita itu, dan berharap mereka naik ke pelaminan. Gadis itu memutuskan tali percintaan mereka begitu saja. Hati Keenan kembali rapuh jika mengingat semua kejadian itu, meskipun terbilang cukup lama hubungan mereka berakhir, jika Feli kembali ke Jakarta dan mengajaknya balikan, ia dengan senang hati bersedia.

Sejak hubungan mereka kandas, Keenan sempat kehilangan arah beberapa tahun, ia tak berani memulai hubungan dan fokus pada kuliahnya hingga ia lulus menjadi dokter umum. Hingga dua tahun kemudian, Keenan berhubungan dengan Gladys, sesama koas di rumah sakit tempat mereka praktik.

Namun lagi-lagi, hubungan itu tak berlangsung lama, karena Gladys lebih memilih bersama dengan pria yang dijodohkan ibunya. Setelahnya, Keenan mencoba membangun hatinya kembali dengan Diandra, adik kelasnya ketika SMA.

Hubungan mereka tak berlangsung lama, kurang lebih enam bulan Diandra memutuskan hubungan mereka, dikarenakan wanita yang berprofesi sebagai model itu merasa diabaikan oleh dokter kandungan tampan itu. Bayangkan, di kala Diandra sangat merindukannya, cowok itu malah memilih menghabiskan waktunya di rumah sakit. Tidak ada waktu bagi mereka untuk saling bertemu.

Bahkan saat putus pun, keduanya hanya mengucapkan via sms. Keenan menghela napas. Gantian dia yang kini kehabisan kata-kata membalas ucapan sinis Lara, “Udah sana buruan turun.” Cowok itu membuka pintu mobil Lara. Gadis itu pun turun dari mobil Keenan. “Thank you,” ucapnya tanpa senyum mengembang dibibirnya.

Eh, yang diucapin malah dengan cueknya menaikkan kaca mobilnya dan langsung menancap gas mobilnya. Lara merengut sejadi-jadinya, setelah cowok itu hilang dari pandangan matanya. Ia membuka dengan paksa pagar rumahnya, lalu melangkah gontai ke depan pintu rumahnya.

Dengan kasar, Lara membuka pintu rumahnya, kemudian duduk di ruang tamu dengan dinding berwarna biru laut tersebut. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi tamu kemudian mengatur napasnya yang terengah-engah.

Lara menutup matanya beberapa saat, ia merenungkan pertemuannya dengan Keenan kembali. Perasaannya masih tetap seperti dulu, begitu membenci pria yang sembilan tahun lalu menyakitinya. (bersambung)

Vania M. Bernadette
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0875 seconds (0.1#10.140)